![]() |
Pentahbisan Fr. Santanon dan Rufi jadi Diakon di TImika. |
Waktu
tinggal di Asrama Teruna Karsa, asrama milik SMA YPPK Adhi Luhur, Kolese Le
Cocq d’Armandville, salah satu SMA yang dikelolah Serikat Yesus (Latin: Societas Jesu), biasa dikenal
dengan Yesuit atau Jesuit adalah ordo Gereja Katolik Roma. Serikat ini
didirikan pada 1534 di Paris.
Pada tahun
2000, Yesuit diberi kepercayaan oleh Keuskupan Jayapura untuk mengelola SMA
Adhi Luhur yang didirikan pada tahun 1987 ini, dengan seizin Pater Jenderal
Serikat Jesus. Misi Serikat Jesus di lembaga pendidikan ini adalah mau
mempersiapkan kader pemimpin Papua masa depan. Sejak 2001 hingga tahun 2008
jabatan Kepala Sekolah dipegang oleh Pater J. Muji Santara, S.J. Pada tahun
2008, jabatan Kepala Sekolah diserahkan kepada Pater A. Mardi Santosa, S.J.
Pater Bas Soedibja, S.J. adalah Rektor Kolese dan Superior para Jesuit, baik di
Nabire maupun Papua. Dan saat ini, Kepala Sekolah SMA Adhi Luhur dijabat oleh
Pater Vincentius Seno Hari Prakoso, S.J.
Kolese Le
Cocq d’Armandville adalah salah satu dari lima Kolese yang dikelolah oleh Jesuit
di Indonesia. Empat Kolese lainnya yang ada di Indonesia adalah Kolese Kanisius
dan Kolese Gonzaga Jakarta, Kolese Loyola Semarang dan Kolese de Britto
Yogyakarta.
Saya
angkatan XX di Kolese ini sejak berdirinya SMA ini. Ada yang bilang kalau
angkatan saya adalah angkatan ke XXI. Terutama oleh Pater Bei Witono. Rama Bei
saat ini sedang mengasuh salah satu Yayasan di Jakarta. Sebelumnya saat masih
mahasiswa, pernah ke Nabire. Saat itu ia masih Frater. Dua tahun kemudian
kembali pulau Jawa. Beberapa tahun setelah itu datang lagi ke Nabire, tetapi
statusnya sudah jadi Rama. Saat itu ia menjadi Moderator di sekolah kami
setelah sebelumnya dijabat oleh Rama Tito. Rama Tito adalah seorang Rama yang
amat saya kagumi dan hormati. Dia adalah orang tua wali saya selama tiga tahun
saya sekolah di Kolese Le Cocq.
Kembali ke topik
bahasan. Rufinus Madai, Santon Tekege dan IKAAL Jayapura. Siapa Rufinus Madai?
Siapa Santon Tekege? Dan Apa hubungannya dengan IKAAL Jayapura?
Siapa Rufinus Madai?
Waktu tinggal
di Astakar, nama gaul dari Asrama Teruna Karsa, teman saya Yerino Madai sering
serita tentang Rufinus Madai. Yang juga alumnus Adhi Luhur. Rufinus Madai saat
itu sedang kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Fajar Timur (STFT) yang bermarkas
di Padang Bulan, Jayapura Papua. Jujur bahwa saya tidak tahu banyak tentang
sosok Rufinus ini. Hanya sering disebut namanya dalam cerita-cerita lepas kami
di asrama. Yerio sering menyebut Rufinus Madai sebagai Bapa Adenya. Karena Yerino dan Rufi sama-sama dari Kampung
Dagokebo. Salah satu kampung yang ada di kabupaten Deiyai. Kampung yang hari
ini Yerino sedang tinggal bersama keluarganya.
Saya bertemu
dengan Rufinus setelah saya tinggal 2 tahun di Jayapura. Kami bertemu di tahun
2012. Karena saya sering datang bertamu di barak para calon imam dari keuskupan
Timika. Rufi biasa tinggal di Barak itu. Satu tahun setelahnya, saya bersama
Hengky Yeimo dan beberapa rekan alumni dari Adhi Luhur buat satu komunitas yang
berada di bawah naungan Ikatan Alumni Adhi Luhur (IKAAL). Kami namakan
komunitas ini dengan IKAAL Korwil Jayapura. Hengky menjadi koordinatornya. Rufi
dan Santon kami hubungi dan pada akhirnya kami sepakat untuk buat
diskusi-diskusi kecil. Hal ini kami juga bicarakan dengan pak Harry Cahyadi.
Dosen yang mengajar di STFT saat itu. Ia juga mendampingi para calon imam dari
keuskupan Timika.
Kami mulai
diskusi-diskusi lepas. Setiap minggu ketemu sekali. Materi diskusi biasanya
ditentukan bersama lalu percayakan seseorang untuk menyajikan materinya. Kami fokuskan
untuk diskusi soal pendidikan yang ada di tanah papua.
Saya masih
ingat cerita dari Rufi. Waktu itu, sore-sore di salah satu pendopo STFT Rufi
bercerita tentang percakapan dia dengan seorang bapa. Waktu itu musim kemarau,
lalu pada siang menjelang sore, atau tengah hari, Rufi lihat ada yang membakar
hutan dekat STFT. Rufi tidak tinggal diam. Dia lalu pergi menghampiri orang yang
membakar hutan itu. Dan bertanya mengapa ia bakar hutan yang isinya
alang-alang. Bapak itu jawab, anak, ini saya punya istri selalu pergi beli
sayur di pasar terus, jadi setelah bakar ini saya mau buat kebun. Rufi tidak
melawan atau membantah. Ia diam. Tetapi tentu memberikan beberapa pandangan
tentang penting untuk menjaga hutan. Tetapi setelah dengar cerita itu kami
semua tertawa. Karena lahan yang ia bakar itu tanah tandus. Jawabannya tadi
adalah untuk membela diri. Hahahha…. Rufi lalu terus bercerita tentang banyak
hal. Sambil sesekali mencicipi rokok Gudang Garam di tangannya.
Siapa Santon Tekege?
Saya sering
mendengar namanya dari kakak saya, Moresta. Ia juga alumna Adhi Luhur. Teman seangkatan
Santon. Sebelum bertemu kami bertukar nomor via jejaring sosial. Sering berbagi
pesan atau hanya sekedar berkabar. Tetapi belum pernah berjumpa. Sama dengan
cerita dari Rufi. Bertemu di barak para calon imam dari keuskupan Timika di
STFT. Lalu selanjutnya kami sering berjumpa dalam pertemuan-pertemuan kecil
dengan para alumna dan alumnus dari Adhi Luhur di Jayapura.
Diskusi pertama
dimulai dengan materi tentang pendidikan. Santon juga pernah membawa materi
tentang Peran Alumni Adhi Luhur Nabire di Era Otonomi Khusus di Papua. artikel
lengkapnya tentang materi ini bisa anda baca di sini: http://ikaaljpr.blogspot.co.id/2013/10/peran-alumni-adhi-luhur-nabire-di-era.html
lalu
menjadi akrab ketika berbagai dan berdiskusi tentang situasi terkini di Papua. Santon
selalu menyapa saya dengan kalimat ini, mepa apa kabar? Lalu biasanya diakhir
dengan Mepa Amanoae.
Rufi dan Santon waktu jadi mahasiswa banyak
berkontribusi untuk IKAAL Korwil Jayapura ini. Dengan merangkul adik-adik
alumni Adhi Luhur yang sedang melanjutkan pendidikan di Jayapura. Santon punya
prinsip, bahwa setiap Alumni Adhi Lhuru harus menjadi terbaik di antara yang
terbaik. Alumni Adhi Luhur harus ada di barisan depan dalam memperjuangkan
keadilan dan membela kaum lemah yang diinjak-injak martabatnya di tanahnya
sendiri. Santon punya semangat yang tinggi. Setiap ketemu dengan alumni Adhi
Luhur ia selalu ceria dan menyapa dengan baik.
Santon ingin agar Alumni Adhi Luhur harus membuat
sebuah perubahan di tanah Papua. Setiap pergumulannya selalu ia sampaikan dalam
setiap diskusi. Tetapi tidak terang-terangan dengan sikap interogasi. Saya memahami
maksud yang disampaikan oleh Santon. Saya, Santon, Rufi maupun semua rekan
alumni Adhi Luhur, selalu bangga selesai dari Adhi Luhur dan menjadi keluarga
besar. Ikatan persaudaraan di antara alumni sangat terasa. Santon selalu ajak
saya diskusi tentang kondisi-kondisi yang sangat memprihatinkan di Papua. Satu
ketika ia ke Mbugulo, yang ada di bawah Paroki Santo Yohanes Pemandi Bilai. Ia berada
di bawah Dekenat Moni Puncak Jaya. Ia lalu rekonstruksi realitas lalu bercerita
kepada saya. kerisauan hatinya itu ia salurkan lewat sebua artikel yang
kemudian di publikasikan di Majalah Selangkah online (majalahselangkah.com). ia
tulis dengan penuh emosi. Ia marah betul. Marah pada pemerintah yang tidak mau
memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Potretan kecil tentang Mbugulo ia share
lewat sebuah foto kantor Distrik Wandae. Rumput tinggi. Tidak ada petugas. Petugas
lebih senang tinggal di kota. Sementara masyarakat tidak merasakan apa-apa terutama
dalam hal pembangunan. Itu yang Santon lakukan.
Saya dan Santon masih sempat ketemu di bulan September
2014 dan Desember 2014. Pada bulan September saya ke Nabire untuk urusan
keluarga. Saya lalu minta Santon datang ke rumah pimpin ibadah. Santon awalnya
bilang tidak bisa. Karena bertabrakan dengan jadual yang ada di tempat ia dampingi
para calon imam dari lima keusukupan yang ada di tanah Papua.
Tetapi, saya tetap paksa. Dengan cara apa pun Santon
yang harus pimpin ibadah di rumah. Santon mensiasati cara untuk bisa sampai di
rumah. Dan akhirnya Santon pimpin ibadah. Saya sangat senang. Di sisi lain saya
rasa bersalah. Karena saya memaksa Santon sehingga ia melalaikan jadualnya. Hehehe….
Dan akhirnya ibadah terlenggara. Pada bulan Desember saya pulang dengan membawa
puluhan eksmplar Koran Jubi dari Jayapura. Saya berikan itu kepada Romo Bas. Saya
sangat sedih. Karena ternyata saya dengar dari para calon imam bahwa Koran itu
belum pernah mereka baca. Padahal saya bawa dengan maksud agar para calon imam
ini dapat membacanya.
Lalu Santon sempat ajak saya berkenalan dengan
beberapa calon imam yang sedang TOR di Nabire. Lalu kami akhiri dengan makan
siang bersama. Saya sangat senang. Setelah kembali ke Jayapura, Santon kirim
pesan bawah ia akan tinggalkan Nabire menuju ke Timika tanpa ada rencana atas
perintah uskup. Santon minta maaf kepada umat di Jayanti karena pergi tanpa
pamit. Terakhir saya ketemu di Nabire saat pentabisan 10 imam katolik di gereja
Kristus Sahabat Kita di awal bulan Januari 2015 lalu.
IKAAL
Korwil Jayapura?
Hengky Yeimo, Rufi Madai, Santon Tekege, saya dan
beberapa rekan sepakat untuk terus adakan satu perkumpulan. Ia kami bentuk di
pertengahan tahun 2013. Kami lalu kumpulkan beberapa rekan-rekan alumni yang
ada di kota Jayapura. Awalnya banyak yang datang. Kami tidak hanya
kumpul-kumpul. Kami juga melakukan diskusi-diskusi yang sudah saya terangkan di
awal.
Saat itu dari angkatan tertua ada Rufi dan Santon. Lalu
ada yang dari angkatan 19, ada yang dari angkatan 20 dan yang termuda angkatan
21. Lalu kemudian di tahun 2014 dan tahun 2015. Mulai banyak. Melalui Santon
dan Rufi, kami kenal pak Harry Cahyadi. Kemudian kami biasanya menggunakan
rumah sementaranya menjadi tempat diskusi, tempat untuk putar film dan
diskusikan film. Lalu kami juga diskusi buku Tindakan pilihan bebas! : orang
Papua dan penentuan nasib sendiri yang
diutulis oleh P.J Drooglever.
Saya tidak akan lupa dengan pelayanan terbaik yang
selalu diberikan oleh istri pak Harry. Setiap kali kami berkumpul, ia selalu
sajikan gorengan dan the agar kami santap sambil diskusi atau nonton film. Juga
pengetahuan-pegetahuan luar biasa yang diberikan oleh pak Harry. Hormat untuk
itu. Lalu kemudian perkumpulan ini tidak hanya menjadi perkumpulan untuk diskusi antara sesame alumni Adhi Luhur. Tetapi ada beberapa rekan para calon imam, terutama dari keuskupan Timika biasanya bergabung dengan kami untuk melakuakn diskusi buku maupun film bersama.
Kami juga sempat melakukan perkenalan. Dari beberapa angkatan, kami sepakat untuk melakukan bertamasya ke Pantai Hamadi. Di sana kami melakukan banyak hal. Banyak yang datang. Termasuk dari angkatan 15 yang paling tertua. Dan yang termuda angkatan 23 saat itu. Lumayan. Ada rasa kekeluargaan yang tercipta di antara kami. Tetapi juga tetap untuk melakukan diskusi-diskusi.
Pada tahun 2014, perjalanan ini kemudian sempat macet. Karena, kami belum siapkan kader yang cukup baik untuk melanjutkan agenda kami. Saya dan Hengky sibuk dengan penelitian dan Skripsi. Santon dan Rufi sibuk juga dengan kegiatan mereka. Sehingga pada tahun ini minim sekali untuk kumpul-kumpul maupun melakukan diskusi. Ia berlanjut hingga masuk ke tahun 2015.
Nah di akhir April, kami muali aktif lagi. Pertama kami berjumpa di Asrama Nabire. Saya dan Hengky undang beberapa alumni yang baru datang dari Nabire untuk lanjutkan kuliah di Jayapura. Kami undang Paul Petege dan Paul Magai. Kami berikan kepercayaan sepenuhnya kepada mereka. Sempat satu kali kami diskusi pendidikan. Materi disiapkan oleh Paul Petege. Pendidikan Bukan Warisan, judulnya.
Lalu kemudian, pada pertengan bulan Juni saya tinggalkan Jayapura. Saat ini, Hengky, Paul Magai dan Paul Petege dan rekan-rekan alumni di Jayapura sudah terbitkan majalah Orang Papua Membaca (OMP).
Selamat
Untuk Santon Tekege dan Rufinus Madai
Saya tidak
tahu. Tidak tahu informasi kalau Rufi dan Santon akan ditahbiskan jadi imam
projo. Tetapi saya dengar dari seorang sahabat di Timika. Bahwa ada pentahbisan
dua imam di gereja Katedral Tiga Raja, Timika. Tetapi tidak menyebut siapa yang
ditahbiskan.
Pagi ini saya
baca di jejaring sosial facebook, di wall postnya ketua dewan adat Meepago,
Okto Marko Pekei, bahwa Frater Santon Tekege, Pr dan Frater Rufinus Madai, Pr
yang sebelumnya menjalani masa diakon telah ditahbiskan menjadi imam gereja
Katolik. Saya menyampaikan selamat atas pentahbisannya menjadi imam.
Imam berari
siap diutus untuk melayani. Saya tahu bahwa Diakon Santon maupun Rufi akan
diutus untuk tugas pelayanan. Selamat memanggul salib suci Tuhan. O iya,
berhubung pentahbisannya tepat pada tanggal 8 Desember, hari di mana setahun
lalu aparat membantai empat pelajar yang menjadi harapan bangsa ini, maka saya
titipkan pesan, bahwa di setiap tanggal ini akan ada dua peringatan secara
khusus untuk Diakon Santon maupun Diakon Rufi. Yakni hari pentahbisan sebagai
imam dan hari pembantaian terhadap empat pelajar di Paniai.
Semoga pentahbisan
yang dilakukan pada tanggal 8 kemarin itu bukan merupakan sebuah kebetulan. Tetapi
berharap menjadi sebuah panggilan untuk melihat dan menyuarakan ketidak adilan
yang diterapkan oleh negara ini. Terutama dalam hal pelanggaran HAM di tanah
Papua yang sudah dan terus berlangsung sejak 54 tahun lalu.
Diakon Santon ne Diakon Rufi ne ia
duguma Amakanie…